Kita Pasti Bisa


Seiring dengan suara ayam jantan yang bersautan, matahari yang mulai menampakkan wajahnya yang tersenyum ceria pada seluruh alam semesta. setelah melaksanakan sholat subuh berjama’ah dan mengaji Al-Qur’an. aku bersama teman-temanku berbondong-bondong menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menjalani hidup dengan ridho dari Allah Swt.
Didalam kelas, Tomi memimpin pembacaan Yasin dan Asmaul-Husna yamg telah menjadi rutinitas di sekolah. “Al-Fatihah……Yasin……Al-Fatihah….” (semua siswa mulai membaca Yasin yang dipimpn langsung oleh Tomi.) . . . . “Shodaqollahul adhim. . .”
Setelah pembacaan yasin dan asmaul-husna pelajaranpun dimulai. seperti biasanya, kami mendengarkan penjelasan dari bapak ibu guru dengan khusyu’ meskipun ada juga yang ngobrol, tambah ada yang sudah berimajinasi dengan alam bawah sadarnya.
Bel panjang berbunyi. Itu menunjukkan istirahat pertama telah dimulai “panggilan kepada ketua kelas atau yang mewakilkan!” Suara dari anak osis yang memecah keramaian didalam kelas.
“Tom. . ! Ada panggilan tuh.” Timpalku memanggil tomi.
Tomi pun menuju anak osis yang memanggilnya, sedangkan aku dan yang lainnya keluar kelas menuju kantin sekolah untuk sarapan pagi. Setelah mengisi perut kami kembali menuju kelas, didalam kelas terdapat Tomi dan teman-teman yang lain sedang membaca pengumuman.
“ada apa Tom. .!” Tanyaku kepada Tomi
“ini Di, osis mengadakan lomba membuat poster dan mading dalam rangka mempringati Hari Santri Nasional, Sumpah Pemuda, dan Harlah MA kita.” Jawab Tomi ke Adi.
“kita disuruh menbuat poster dengan memilih antara tiga hal tersebut?” tanya Arif
“bukan. . kita disuruh membuat ketiga-tiganya.” jawab Tomi
“apa..!” teriak Arif dengan mata yang melotot
“kalau mading, gimana Tom?”  tanya Anas.
“kalau mading kita disuruh membuat disterofom yang telah disediakan oleh pihak osis sendiri.” jawab Tomi.
“temanya?” tanya Anas lagi.
“temanya sesuai dengan jurusan masing-masing.” jawab Tomi lagi.
“biar lebih paham nih baca pengumumannya dulu.” perintah Tomi sambil menyodorkan selembar kertas.
“siap pak ketua!” jawab kami serempak.
setelah membaca selembar kertas tersebut aku dan lainnya menjadi lebih paham.
“waktunya singkat banget!” protesku tak terima
“terus mau gimana lagi, kita hanya bisa pasrah.”
“apa kita bisa”
“kita harus yakin, kalau kita pasti bisa!”
“terus siapa yang mengikuti lomba tersebut, Tom?”
“dikelas ini siapa yang gambarannya paling bagus?” Tanya Tomi pada kami semua.
“Anas. . .! Anas. . .! Anas. . .! Arif. . .! Arif. . .!” jawab teman-teman saling bersahutan.
kemudian Tomi memutuskan bahwa Anas dan Arif-lah yang mengikuti lomba tersebut.
setelah bel pulang berbunyi, aku dan teman-teman pulang bersama-sama menuju gerbang pondok, ditengah perjalanan aku melihat Anas tertunduk seperti memikirkan sesuatu.
“kamu kenapa, Nas?” kuberanikan diri untuk bertanya.
“aku lagi bingung, Di” jawab Anas.
“Bingung kenapa?” tanyaku lagi
“Aku dipilih untuk mengikuti lomba, sedangkan lombanya itu ada empat, dalam waktu lima hari semuanya itu harus selesai dan harus dikumpulkan.” jawab Anas sambil menunduk
“Menurutku itu waktu yang sangat sedikit, sedangkan hanya Aku dan Arif yang mengerjakan empat lomba tersebut.” tambah Anas
“Tenang, Nas! kan ada Aku, Aku akan selalu siap jika kamu butuh bantuanku. Kamu tinggal memanggil namaku tiga kali dengan teriak, Adi. . .! Adi. . .! Adi. . .!, maka Aku akan ada didepan mu seketika”
“Terima kasih banyak Adi.”
“Sama-sama, Nas.”
Detiktelah berganti menit, menit telah berganti jam dan jam telah berganti hari. Di sekolahsemua anak Osis sibuk membagikan kertas dan juga sterofom ke setiap kelas yang nantinya akan digunakan sebagai lomba. Di dalam kelas, Tomi memberikan tugas kepada anggota kelasnya. Saat itu Aku mendapatkan tugas untuk mengkoordinasi perlombaan dan membatu Anas untuk membuat mading dari sterofom, sedangkan semua peralatan yang dibutuhkan diserahkan kepada Khanif. setelah semua alat sudah tersedia seperti pigmen, kuas, pensil, penghapus, pensil warna dan gambar yang sudah diprint, maka Aku menyuruh Arif membuat poster yang bertemakan Hari Santri Nasional dan Harlah MA, sedangkan Anas kusuruh mulai membuat mading dan poster yang bertemakan Sumpah Pemuda. Aku lebih menyempatkan diri untuk membantu Anas karena membuat mading dari sterofom lebih sulit dan lama, diantaranya yaitu mencampurkan warna-warna dari empat pigmen warna dasar yaitu merah, kuning, biru, hitam. Anas memilih kesan di luar angkasa dan gambar orang yang sedang wisata, setelah itu kami mencoba untuk mengkolaborasikan dari satu pigmen warna ke pigmen warna yang lain dengan menggunakan air dan setelah menemukan warna yang cocok kami mencobanya ke bagian belakang sterofom, ternyata warnanya terlalu cerah dan malah meresap ke sterofom.
“Bagaimana ini, Nas, warnanya kok terlalu cerah dan malah meresap ke sterofomnya?” keluhku kepada Anas.
“Aku juga tidak tau Di, kenapa bisa jadi begitu ya?” jawab Anas.
“Mungkin airnya terlalu banyak ya, Nas?” tambahku kepada Anas.
“Mungkin begitu, Di.” jawab Anas sambil menggambar poster.
lalu Aku membuat lagi dengan air yang lebih sedikit, tetapi hasilnya sama saja.
“Masih sama saja, Nas! Tidak ada perubahan.” tanyaku kepada Anas.
“Aku juga tidak tau?” jawab Anas.
“terus bagaimana ini Di?” keluh Anas.
“Kita tanya kepada Yusuf saja, dia kan pernah membuat seperti ini juga.” ajakku kepada Anas.
Aku memutuskan untuk bertanya kepada Yusuf, orang yang selalu sibuk dengan bermacam-macam pekerjaan yang diembannya. Setelah bertanya dan berbincang-bincang dengan Yusuf, sekarang Aku sudah mengerti mengecat sterofom dengan pigmen menggunakan cat putih sebagai bahan campuran.
“Tapi aku tidak punya cat putih.” keluhku.
“Tenang, Di. Di bawah meja ruanganku terdapat cat putih, kamu bisa mengambilnya.” papar Yusuf.
“Benarkah! Terimah kasih Yusuf.” ucapku sambil menjabat tangannya.
Akhirnya Aku dan Anas mendapatkan cat putih tanpa mengeluarka uang sepeserpun. kami berdua kembali ke kelas dan kembali mencoba untuk menemukan warna-warna yang sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh Anas. Karena Aku hanya membantu, jadi tidak tahu warna-warna yang tepat, tugasku hanya mencampur, mengecat, dan memberi semangat. Berkali-kali aku telah mencoba untuk meemukan warna-warna yang sesuai, tetapi sangat sulit untuk menemukan warna yang tepat yang sama dengan pikiran Anas. Kurangnya pengetahuan membuat kami berdua sangan kesulitan, tapi kami tidak pernah berputus asa untuk terus mencoba dan mencoba. Akhirnya, setelah lama mencoba kami menemukan warna yang sesuai. Meski tangan penuh dengan coretan cat, tapi kami bersyukur karena telah menemukan warna yang sesuai.
“Hai kalian berdua! Gimana madingnya?” sapa Afif dengan sedikit berteriak.
“Oh. .  Arif! Kami baru saja menemukan warna yang cocok dan sekarang kami baru mau mengecatnya.” jawab Anas.
“Kalo kamu gimana? Apakah posternya sudah jadi?” tanyaku kepada Arif.
“Sudah aku gambar, tinggal memberi warnanya saja. Tapi yang Hari Santri belum apa-apa masih berupa kertas putih mulus.” jawab Arif sambil tertawa.
“Kita masih mempunyai waktu tiga hari, kita harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Tanggal 22 Oktober adalah pengumuman juara dari lomba poster dan mading.” terangku kepada semuanya.
“Baiklah, Semangat!!!” seru Anas.
“Semangat! Semangat! Merdeka! Merdeka!” sorak kami bersamaan.
“”Wah, wah, wah kayakya seruh, nih.” kedatangan Khanif yang sontak membuat kami terdiam sejenak.
“iya, Nif.” ucap Anas.
“Semangat 45, bro.” terang Arif.
“Sudah berapa persen pekerjaan kalian?” tanya Khanif.
“Baru 20%, Nif.” jawabku
“Kok baru segitu, aku lihat kelas lain sudah lebih dari 50%, apalagi kelas sebelah gambarannya hamper seperti aslinya” papar Khanif.
“Masak iya. . .” tanyaku kepada Khanif.
“Kalau gak percaya, lihat saja sendiri.” seru Khanif sinis.
Aku dan yang lain segera keluar dari kelas dan melihat-lihat kelas yang lain, ternyata benar apa yang dikatakan Khanif. Kelas sebelah gambarannya sangatlah bagus. Setelah melihat kelas-kelas lain Aku melihat Anas yang mukanya berubah menjadi muram.
“Tenang, Nas, kita pasti bisa.” ucapku menghibur Anas.
“Tapi, kau lihat sendiri, kan, gambarannya bagus sekali, apakah ada kesempatan menang untuk kita?” tanya Anas dengan muka muram.
“Pasti ada, kamu harus yakin kalau kamu bisa!” seruku kepada Anas.
“Yakin, yakin harus yakin.” ucapku mantap.
Hari demi hari telah berlalu, Aku dan Anas selalu menyempatkan diri ke kelas untuk menyelesaikan tugas yang kami emban, sedangkan Arif hamper menyelesaikan kedua posternya.
“Bagus sekali gambarmu, Rif. ”
“Terima kasih, Di.”
Waktu terasa semakin cepar, besok adalah hari penentuan perjuanganku dengan Anas selama ini, besok poster-poster buatan kami harus sudah dikumpulkan, sedangkan mading mendapatkan kompensasi satu hari dari pihak Osis.
Aku dan Anas sekarang sedang menyelesaikan pekerjaan kami, Aku mengecat mading sedangkan Anas sedang menyelesaikan posternya.
Malam semakin larut, ditemani lantunan suara jangkrik Aku dan Anas lembur untuk menuntaskan pekerjaan kami berdua. Karena waktu yang semakin berkurang, terkadang Aku membantu Anas mewarnai posternya.
Setelah hampir pukul 02.00 malam, akhirnya poster yang dibuat oleh  Anas dan Arif yang tentunya berkat bantuanku juga kini telah selesai dibuat, dan hasilnya tidak mengecewakan, kami yakin poster kami pasti mendapatkan juara.
“Alhamdulillah. . . Akhirnya selesai juga.”ucapku dengan bangga.
“Alhamdulillah. . .”ucap Anas dan Arif.
“Aku yakin pasti poster kita juara satu.”seruku.
“Iya, aku juga yakin poster kita pasti juara.”ucap Anas .
“Tapi kita tidak boleh sombong dan harus banyak berdo’a”timpal Arif.
“Pasti itu, poster sudah selesai, sekarang tinggal madingnya, Nas.”
“Ok, urusan itu mari kita selesaikan bersama-sama.”ucap Anas.
Malam ini tersasa sangat damai Arif yang sudah tidur duluan karena capek meninggalkan kami yang masih sibuk membuat mading, dengan diiringi canda tawa karena kesenangan sampai-sampai Anas mencoret tanganku, merasa tidak terima Aku membalas mencoret tangan Anas, kami saling mencoret satu sama lain tanpa disadari tangan Anas menyenggol air untuk merendam kuas.
“Haduh gimana nih, Di aku tidak sengaja menumpakannya.”ucap Anas agak panik.
“Tenang nanti kita bersikan bersama-sama.”jawabku menimpali Anas.
“Terima kasih, Di.”ucap Anas.
“Sama-sama.”jawabku.
Udara dingin mulai menyelimuti insan yang mulai menikmati mimpi-mimpi mereka, jarum jam terus berputar tanpa henti seakan ada yang mengejarnya. Anas masih sibuk mengecat mading sedangkan Aku memikirkan kata-kata yang tepat untuk mading tersebut.
“Bagaimana kalau membaca gerbang kesuksesan”
“Bagus itu! tapi, kalau bisa pakai Bahasa Inggris”
“Kalau gitu yang di katakana oleh Pak Andhika saja”
“Yang mana? kata-kata dari Pak Andhika kan banyak!”
Bagaimana kalau yang PERFECT PREPARATION PREVENTS POOR PERFORMANCE”
“Artinya apa?”
“Artinya PERSIAPAN YANG MATANG MENCEGAH TERJADINYA KEGAGALAN”
Suara ayam jantan yang saling bersautan menandakan malam telah usai. Setalah melaksanakan rutinitas pondok seperti biasanya, aku segera berangkat menuju ke sekolah. Mading yang semalaman Anas kerjakan dengan aku tentunya kini telah selesai. Mading yang bertemakan luar angkasa tersebut terlihat begitu sempurna. Jam menunjukkan pukul 11:45WIB pertanda hasil karya mading dari seluruh kelas harus dikumpulkan  untuk dinilai. Aku meminta bantuan dari seluruh anggota kelasku untuk berdo’a supaya kelas kita mendapat kemenangan tanpa mengurangi rasa syukur terhadap Allah swt, serta aku berpesan supaya tidak ada rasa sombong dan kecil hati sedikitpun atas apa yang telah Allah berikan nantinya.
Keesokan harinya pada saat upacara bendera tanggal 22 Oktober 2018 aku dan juga teman-teman yang lainnya sudah tidak sabar menunggu hasil keputusan para juri yang akan di sampaikan oleh Ketua Osis. Setelah menyaksikan persembahan- persembahan yang di bawakan oleh anggota Osis dan Pramuka kini saatnya pengumuman pemenang perlombaan. Jantungku berdegub dengan kencang dan mulutku tak henti-hentinya melontarkan do’a agar kelasku mendapatkan kemenangan.
“Juara dua lomba poster Hari Santri diraih oleh kelas… XII IPA B”.
“Juara satu lomba poster Hari Santri diraih oleh kelas… XII AGAMA B”.
“Juara dua lomba poster Hari Pahlawan diraih oleh kelas… XI IPA A”.
“Juara satu lomba poster Hari Pahlawan diraih oleh kelas… XII IPA B”.
“Juara dua lomba poster Harlah MA diraih oleh kelas… XII IPA A”.
“Juara satu lomba poster Harlah MA diraih oleh kelas… XII IPA B”.
“Juara dua lomba mading diraih oleh kelas… XI IPS B”.
“Juara satu lomba mading diraih oleh kelas… XII AGAMA B”.
“ Alhamdulillah …” ucapku bersamaan dengan Anas.
Tak henti-hentinya mulutku mengucap rasa syukur kepada Allah swt, dzat yang melpangkan segala sesuatunya.
“Adi..!”.
“Iya Nas, ada apa?”.
“Mading kita nggak menang!”.
“Gak apa-apa Nas, kan poster kita menang! ketiga-tiganya pula. Kita seharusnya bersyukur!”.
“Hm.., iya juga sih! Alhamdulillah…!!!”.
Bel pulang sekolah berbunyi, Aku dan yang lainnya bersiap-siap untuk kembali ke pondok. Anas berlari menghampiriku dia mendapatkan bocoran dari salah satu angota Osis bahwa penyebab dari kekalahan mading kelasku yang di sebabkan tidak adanya filosofi dari pembuatan mading tersebut. Yang seharusnya mading kelasku mendapatkan juara dua, berhubung tidak adanya filosofi sehingga kelasku kalah. Tapi, aku mengambil hikmah dari kekalahan yang terjadi pada kelasku. Seandainya kelasku menang di semua perlombaan, di khawatirkan muncul rasa sombong dan riya’ pada diriku maupun pada yang lainnya. Sehingga Allah swt memberikan kekalahan pada salah satu perlombaan, karena sesungguhnya hanya Allah-lah yang mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi.
Setelah semua yang telah aku alami, aku berfikir bahwa janganlah kita mudah berputus asa dan janganlah menyerah sebelum mencoba من جدّاوجدّا. Allah adalah dzat yang Maha Bijaksana jika kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh dan di sertai do’a yang tulus InsyaAllah Allah akan memberikan apa yang kita inginkanانااريدوانت تريدفاالله يفعل مايريد

Komentar